BMKG: Inilah Penyebab, Kenapa Hujan Pada Musim Kemarau?
JAKARTA, SuryaTribun.Com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menjelaskan, peningkatan curah hujan beberapa hari terakhir di wilayah barat Indonesia dipengaruhi oleh aktifnya fenomena atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial.
“Sehingga berdasarkan analisis cuaca dan pengamatan perkembangan kondisi cuaca, sepekan ke depan masih terdapat potensi peningkatan curah hujan yang signifikan di wilayah Indonesia meskipun telah memasuki musim kemarau,” kata Dwikorita dalam Konferensi Pers bertajuk "Hujan Lebat pada Musim Kemarau", Senin, 08 Juli 2024.
Fenomena MJO yang saat ini aktif menyebabkan pergerakan atau propagasi kumpulan awan-awan hujan dari Samudra Hindia sebelah timur Afrika bergerak di sepanjang khatulistiwa menuju Samudra Pasifik melintasi wilayah Indonesia. Umumnya, arak-arakan awan hujan ini masuk melalui wilayah barat menuju wilayah timur Indonesia.
Di sisi lain, dalam sepekan ke depan fenomena gelombang atmosfer Kelvin dan Rossby Equatorial juga berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia, baik di wilayah barat, tengah, dan timur, seperti sebagian wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.
Selain itu, suhu permukaan laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia juga turut berkontribusi dalam menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut. Berdasarkan analisa tersebut, BMKG mengeluarkan peringatan dini cuaca dimana diperkirakan akan terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat petir dan angin kencang di sebagai wilayah Indonesia pada 8-14 Juli.
“Yaitu di sebagian besar wilayah Sumatera, sebagian Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Khusus untuk pulau Jawa akan mengalami penurunan potensi hujan mulai periode tanggal 11 Juli,” ujarnya.
Dwikorita juga menjelaskan, fenomena hujan di musim kemarau tidak lepas dari letak geografis wilayah Indonesia. Di mana Indonesia berada di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia-sekaligus pertemuan di antara dua Samudra besar, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
“Fenomena iklim dan cuaca di Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dinamika cuaca yang beragam. Selama musim kemarau, adanya potensi gangguan seperti MJO (Madden-Julian Oscillation) dan gelombang atmosfer lainnya tetap dapat menyebabkan pembentukan awan hujan,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menambahkan, peningkatan curah hujan akibat gangguan fenomena atmosfer tidak akan terjadi berhari-hari dan diprediksi hanya 1-3 hari di setiap wilayah. Di mana saat ini wilayah Jakarta, Banten, yang pada pekan kemarin diguyur hujan lebat saat ini sudah mulai cerah kembali.
“Kondisi tersebut diprediksikan akan menurun, dimana wilayah Jawa, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara akan kembali mengalami kondisi musim kemarau yang normal,” ujar Guswanto.
Oleh karenanya, penting untuk masyarakat Indonesia dalam memahami kompleksitas fenomena iklim dan cuaca di Indonesia-plus dampak perubahan iklim. Sehingga BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memonitor perkembangan informasi cuaca yang dinamis melalui seluruh kanal informasi BMKG seperti aplikasi InfoBMKG dan media sosial BMKG. (*/red)