Bos Penjual Obat Tramadol di Kiaracondong Sebut Bayar Koordinasi Rp 2,5 Juta ke Polsek dan Polrestabes
BANDUNG, SuryaTribun.Com – Peredaran obat keras terbatas rupanya menjadi lahan basah bagi sebagian oknum nakal di wilayah hukum Polda Jawa Barat (Jabar). Hal ini jelas menjadi pekerjaan berat bagi instansi Kepolisian untuk memberangus kartel pengedar pil koplo.
Belum lepas dari ingatan kita kasus Iman Maskur yang tewas di tangan aparat berseragam aktif, gegara pil koplo di Tanggerang Selatan. Bahkan sebelumnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berhasil membongkar tempat Industri obat keras tanpa legalitas.
Maraknya peredaran pil koplo tentu harus menjadi perhatian khusus Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Karena jelas peredaran pil Koplo dijadikan lahan untuk meraup keuntungan semata bagi oknum tidak bertanggung jawab. Seperti yang diakui pemilik toko di Jl. Terusan Jakarta No.18A, Babakan Surabaya, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, Jabar.
“Kalau terkait koordinasi itu biasa urusan Bos Iroel (Arman). Saya hanya penjaga toko, kordinasi Polsek, Polres dan Satpol PP itu juga urusan Bos saya. Abang tunggu aja nanti pengurusnya datang menemui abang,” ucap penjaga toko, Kamis, 19 Desember 2024.
Setalah menunggu, pemilik toko mendatangi awak media.
“Kenapa Bang. Abang wartawan mana. Kalau dari Jakarta sampai ke sini kan bukan domisili Abang. Saya kordinasi ke Polsek dan Polres masing-masing Rp.2,5 juta,” kata pemilik toko Iroel (Arman).
Peredaran obat keras terbatas (K) tanpa Nomor Izin Edar (NIE) dari BPOM RI rupanya menjadi momok yang sangat menakutkan bagi penegak hukum untuk memberangus. Terbukti dengan banyaknya toko kosmetik yang dengan sengaja menjual pil Koplo tanpa tersentuh hukum.
“Perhatikan obat keras HCL dengan lebel tramadol. Peredaran obat itu ada banyak versi. Ada yang diproduksi oleh industri obat keras terdaftar, dan Ada yang diproduksi oleh para kartel obat keras. Dari banyaknya industri pil koplo, tentunya dalam hal ini Polri wajib mengambil sikap tegas,” kata Kamper, salah seorang pemerhati lingkungan kepada awak media, Kamis, 19 Desember 2024.
Dalam hal ini tentunya ada pelanggaran, baik pengguna maupun pengedar dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi, serta untuk pengendar dapat dijerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (*/red)