Kasus Korupsi Shelter Tsunami NTB, KPK Tahan Dua Tersangka
JAKARTA, SuryaTribun.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Direktur penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut, yaitu Kepala Proyek Pembangunan Shelter Agus Herijanto (AH) serta pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Aprialely Nirmala (AN).
“Kedua tersangka atas nama Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH),” kata Asep Guntur kepada wartawan saat Konferensi Pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 30 Desember 2024.
Menurut Asep, pihaknya telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka. Dia menyebut, keduanya ditahan untuk 20 hari pertama.
“Telah ditemukan bukti yang cukup tentang perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH),” kata Asep.
“Dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai 30 Desember 2024 sampai tanggal 18 Januari 2025 dan penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Kelas I Jakarta Timur,” imbuhnya.
KPK sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap Agus dan Aprialely. KPK menyebut, Agus merupakan kepala proyek pembangunan shelter dan aprialely selaku pejabat Kementerian PUPR saat proyek itu dikerjakan.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPK terkait pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau shelter tsunami di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi NTB, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014,” ujar Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Senin, 23 September 2024.
“AH, Kepala Proyek Pembangunan Shelter NTB,” tambahnya.
KPK menyebut, nilai proyek tersebut mencapai sekitar Rp 20 miliar. KPK mengatakan penyidik memperkirakan kerugian negaranya pun sebesar itu alias total loss.
“Nilai dari proyek itu sekitar kurang lebih Rp 20 miliar. Hasil auditnya belum keluar, dan masih dalam proses perhitungan,” kata Tessa.
Namun nilai total kerugian negara pastinya masih dihitung. Menurut Tessa, shelter tersebut sama sekali tidak bisa digunakan oleh masyarakat untuk berlindung dari tsunami sebagaimana mestinya. (*/red)