Asmawati Menangis Histeris, Rumahnya Dieksekusi Pengadilan
BEKASI, SuryaTribun.Com – Ratusan penghuni Perumahan Bekasi Timur Permai Cluster Setia Mekar di Jalan Bumi Sani, Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Jabar), melakukan penolakan atas eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II, Kamis, 30 Januari 2025.
Salah satunya adalah Asmawati, warga Perumahan Bekasi Timur Permai RW 12 yang tidak kuasa menahan tangis saat rumah yang sudah ditempati lebih kurang 30 tahun harus dieksekusi.
Wanita berusia 65 tahun ini meluapkan emosi menolak eksekusi rumahnya oleh tim petugas PN Cikarang Kelas II.
Asmawati kecewa atas eksekusi rumah yang ditempatinya itu. Ia mengaku, lahan rumahnya tidak berstatus sengketa.
Namun, kata Asmawati, mengapa tim PN Cikarang yang saat itu datang ke kediamannya bersama pihak Kepolisian, TNI, hingga PLN, justru mendadak melakukan eksekusi.
“Tanah saya tidak dalam keadaan sengketa, lengkap semua suratnya, saya juga pensiunan dari pemerintah,” kata Asmawati kepada wartawan di sekitar lokasi kediamannya, Kamis, 30 Januari 2025.
Asmawati beberapa kali menghela napas dan meneteskan air mata lantaran emosi. Menurutnya, tanah seluas 220 meter persegi yang ia tempati saat ini, dibeli dari seorang penjual bernama Unat.
Pembelian dilakukan saat dirinya masih berdinas sebagai bidan di wilayah Puskesmas Aren Jaya, Kota Bekasi, pada tahun 1980.
Pasca eksekusi, wanita yang mengenakan kerudung warna cream ini hanya diam terpaku.
“Kenangan semua dengan suami saya di rumah yang saya beli dari nol ini, sirna semua,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, warga melakukan penolakan dengan menggelar aksi agar PN Cikarang Kelas II tidak melakukan eksekusi rumahnya pada Kamis, 30 Januari 2025.
Seorang penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2, Bari mengatakan, mereka menolak eksekusi karena sejumlah penghuni di perumahan tersebut telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Saya dapat menjelaskan di sini bahwa kami membeli unit rumah ataupun ruko di situ (Cluster Setia Mekar Residence 2) ada alasan,” ujarnya.
“Yang di mana itu punya sertifikat,” kata Bari.
Bari juga menjelaskan, bagi penghuni yang belum memiliki SHM, tengah melakukan pembayaran melalui sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui sejumlah bank.
Bahkan ketika sebelum proses pembelian rumah maupun ruko di cluster tersebut, masyarakat terlebih dahulu melakukan pengecekan di Badan Pertanahan Nasional (BPN), hasilnya tanah tersebut tidak terblokir.
“Ada juga sebagian daripada warga dan saya kan kebetulan belinya, dan sebelum kami beli, kan dilakukan pengecekan BPN, dan itu tidak ada permasalahan sengketa dan sertifikat tidak terblokir,” jelasnya.
Namun, kata Bari, ketika dirinya sudah menempati lokasi cluster lebih kurang dua tahun, para penghuni justru dikejutkan pada Rabu, 18 Desember 2024, perihal informasi rencana PN Cikarang akan melakukan eksekusi.
Eksekusi diinformasikan saat itu oleh Ketua RT, dan aksinya dilakukan Kamis, 30 Januari 2025.
Warga sekitar pun terkejut, sebab mereka belum pernah mengetahui duduk perkara hingga PN Cikarang kemudian melakukan eksekusi.
“Saya sampaikan transaksi jual belinya itu secara resmi dan legal, bangunan kami memiliki IMB dan kami punya hubungan hukum dengan sertifikat. Namun yang menjadi duduk perkara itu, tetapi kami tidak pernah dilibatkan atau dimintai keterangan di muka persidangan, tiba-tiba eksekusi,” ujar Bari.
Menurut Bari, pasca informasi permohonan eksekusi terdengar oleh para penghuni, pemohon dalam hal ini Nyi Mimi Jamilah yang sekaligus pemenang perkara, melakukan mediasi atau audiensi dengan para pihak yang menilai dirugikan.
Ketika mediasi dilakukan, para pihak yang menilai dirugikan mengaku dimintai uang Rp4 juta sebagai bentuk pembayaran lahan per meternya.
“Pembayaran untuk membayar kepada pihak pemenang berdasarkan putusan, padahal kami tidak pernah bertarung dan kami tidak tahu duduk perkaranya. Poin yang berdasarkan keterangan yang kami terima dari hakim itu keputusan itu dimenangkan oleh atas nama Nyi Mimi Jamilah berdasarkan keterangan yang kami terima,” ucapnya.
Bari mengungkapkan, penyebab penolakan eksekusi juga dikarenakan pihaknya merasa dirugikan setelah melayangkan gugatan keberatan di PN Cikarang. Sidang keberatan baru akan dilakukan pada Senin, 10 Februari 2025.
Namun proses sidang belum dilakukan, tapi sudah ada tindakan akan melakukan eksekusi.
“Kami keberatan dan kami lakukan gugatan perlawanan di PN Cikarang, seharusnya ketika ada perlawanan dari pihak yang merasa dirugikan dan memiliki hubungan hukum itu tidak bisa dilaksanakan eksekusi karena masih ada proses,” ungkapnya.
Pihak PN Cikarang kelas II buka suara perihal penindakan eksekusi rumah di kawasan Desa Setia Mekar pada Kamis tersebut.
Humas PN Cikarang, Isnanda Nasution mengatakan, proses eksekusi rumah akan tetap dilakukan.
Walaupun eksekusi mendapat penolakan dari sejumlah warga yang memiliki SHM dan menilai tindakan tersebut justru merugikan.
Isnanda Nasution menegaskan, eksekusi rumah merupakan delegasi dari PN Bekasi dengan putusan awal nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Sehingga sejumlah pihak yang menilai dirugikan imbas eksekusi rumah tersebut tidak dapat mengajukan gugatan.
“Sudah tidak bisa lagi (menggugat), ini kan sudah pengadilan tinggi Mahkamah Agung (MA), terus kemudian kami ingin ada kepastian hukum," kata Isnanda.
Menurut Isnanda. pihaknya justru menghargai putusan akhir terhadap pihak pemohon untuk eksekusi sesuai persidangan perkara.
“Iya sudah paling akhir, istilahnya, kami anggap mereka ekseskusi ini keluarga kami, kan kasihan juga dari tahun 1996 tidak ada kepastian hukumnya,” pungkasnya. (*/red)