Mantan Dirut BJB Yuddy Renaldi Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Iklan, Anggaran Rp 409 Miliar tapi Direalisasikan Rp 100 Miliar
![]() |
Mantan Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), Yuddy Renaldi. |
JAKARTA, SuryaTribun.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat dan Banten (BJB), Yuddy Renaldi sebagai tersangka.
KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan korupsi terkait pengadaan iklan.
“Tersangka ini dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten, tiga orang dari swasta,” kata Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo kepada wartawan jumpa pers di kantornya, Kamis, 13 Maret 2025.
Sejumlah tersangka tersebut, di antaranya Yuddy Renaldi (YR) selaku mantan Dirut BJB, Widi Hartoto (WH) selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary BJB, Ikin Asikin Dulmanan (ID) selaku Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Suhendrik (S) selaku Pengendali PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) dan PT BSC Advertising, Sophan Jaya Kusuma (SJK) selaku Pengendali Agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).
Budi menyebut, potensi kerugian negara di kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jabar dan Banten (Bank BJB) Rp 222 miliar. Uang itu, kata dia, digunakan untuk memenuhi dana non bujeter.
“Uang Rp 222 miliar tersebut digunakan sebagai dana non-bujeter oleh BJB, yang sejak awal disetujui oleh YR selaku Direktur Utama bersama-sama dengan WH untuk bekerja sama dengan enam agensi tersebut di atas untuk menyiapkan dana guna kebutuhan non-bujeter BJB,” ujar Budi.
Menurut Budi, anggaran untuk iklan itu awalnya adalah Rp 409 miliar. Namun hanya sekitar Rp 100 miliar yang direalisasikan.
“Modus terhadap pemakaian uang tersebut dilakukan dengan tidak kesesuaian antara pembayaran yang dilakukan oleh BJB ke agensi, dengan agensi kepada media yang ditempatkan iklan tersebut,” ujarnya.
“Jadi dari Rp409 miliar yang ditempatkan, dipotong dengan pajak ya, kurang lebih nanti jatuhnya Rp300 miliar, hanya kurang lebih Rp100-an miliar yang ditempatkan sesuai dengan real pekerjaan yang dilakukan,” imbuhnya.
Dari dana itu, kata Budi, ada pihak-pihak yang sudah menerima, mentransfer, hingga membelanjakan. Hal itu terungkap dari hasil penggeledahan yang ada.
“Sejauh ini ada beberapa yang memang sudah dilakukan pentransferan, kemudian pembelanjaan, kemudian diatasnamakan orang lain,” ujarnya.
“Menggunakan nominee orang lain terhadap dana-dana tersebut, dari hasil proses penggeledahan sudah kami temukan petunjuk tersebut dan akan kita perdalam nanti di proses penyidikan yang akan datang,” sambungnya. (*/red)