Pengusaha Kafe Karaoke di Tulungagung Protes Kebijakan Penutupan Operasional Selama Ramadan
TULUNGAGUNG, SuryaTribun.Com – Pengusaha tempat hiburan karaoke dan panti pijat di Tulungagung protes terkait kebijakan penutupan operasional selama Ramadan. Atas kebijakan tersebut mereka mengaku mengalami kerugian.
Aksi protes tersebut disampaikan para pengusaha dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi B DPRD Tulungagung.
Salah seorang pemilik Kafe Karaoke Srikandi, Suwignyo mengatakan, Surat Edaran (SE) Bupati Tulungagung tersebut dinilai akan membunuh usaha karaoke berskala kecil.
Menurutnya, meskipun dalam SE itu hanya unit karaoke yang ditutup dan masih memperbolehkan kafe tetap akan merugikan usahanya.
“Kalau kami hanya buka kafe kopi untuk menggaji karyawan tidak cukup pak. Apa mungkin satu cangkir kopi dijual Rp 50 ribu. Kalau ditutup kami dapat apa, sementara hari raya kebutuhan meningkat,” kata Suwignyo, Kamis, 13 Maret 2025.
Menurutnya, karyawan di tempat karaokenya mayoritas adalah janda dan memiliki tanggung jawab untuk menghidupi anak-anaknya.
Ia berharap, pemerintah memberikan solusi atas persoalan tersebut.
“Kami keberatan, mengizinkan kafenya dan menutup karaoke, sama saja menutup secara tidak langsung,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua Paguyuban Warung dan Hiburan Tulungagung (Pawahita), Suyono.
Menurutnya, SE Bupati selalu menjadi problem bagi para pengusaha kafe karaoke selama Ramadan. Bahkan, kata dia, hingga kini tidak pernah ada solusi terbaik untuk usaha hiburan.
“SE Bupati menjadi senjata petugas untuk merazia usaha kami,” ujar Yono.
Yono mengatakan, sebagai pengusaha pihaknya mengaku dirugikan atas penutupan tersebut, karena tidak ada pemasukan sama sekali.
“Usaha kami itu rohnya ya karaoke, kalau karaoke ditutup ya tidak ada yang datang. Pendapatan kami itu 70 persen dari karaoke, sisanya dari kafe dan yang lain,” ujarnya.
Dia berharap, kebijakan pemerintah daerah pada bulan Ramadan seharusnya tetap memperhatikan keberlangsungan ekonomi dari para pengusaha karaoke dan karyawannya.
Terkait keluhan itu, Kabag Kesra Sekretariat Daerah Tulungagung, Makrus Manan mengatakan, penentuan kebijakan tersebut telah melalui serangkaian masukan dari berbagai komponen masyarakat, termasuk MUI, Tokoh Agama hingga perwakilan pengusaha.
“Semua sudah terlibat dalam pembahasan ini sebelum diterbitkan menjadi SE Bupati,” kata Makrus.
Terpisah, Ketua Komisi B DPRD Tulungagung, Widodo Prasetyo mengatakan, masukan dari berbagai pihak dalam rapat dengar pendapat tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan selanjutnya.
“Kami senang semua hadir memberikan masukan. Ini sangat penting untuk menentukan kebijakan selanjutnya,” kata Widodo.
Terkait SE Bupati Tulungagung, pihaknya mengaku mendukung penuh, karena proses penerbitannya telah melalui pembahasan yang panjang dan melibatkan berbagai stakeholder.
“Surat edaran itu terbit tidak lepas dari keterlibatan tokoh-tokoh ulama, semua ada di situ,” ujarnya. (*/red)