Polisi Bongkar Peran dan Modus Delapan Penyeleweng BBM Bersubsidi di Tuban dan Karawang
JAKARTA, SuryaTribun.Com – Polri telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan barcode MyPertamina untuk membeli dan menjual kembali Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Solar di Karawang dan Tuban.
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin mengatakan, tindakan penyalahgunaan BBM yang terjadi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur (Jatim) dilakukan oleh tiga tersangka, yaitu BC, K, dan J.
“Sementara yang di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Jabar), ada lima tersangka, di antaranya LA, HB, S, AS, dan E,” ujar Nunung kepada wartawan saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu, 06 Maret 2025
Nunung menjelaskan, modus operandi dan peran para tersangka untuk di TKP Tuban, yaitu tersangka BC melakukan pengambilan BBM jenis solar dari SPBU dengan menggunakan mobil Isuzu Panther Nopol S 1762 AC yang di dalamnya sudah dimodifikasi.
Pengambilan BBM jenis solar tersebut, kata dia, dilakukan dengan menggunakan 45 barcode berbeda yang tersimpan di dalam handphone milik tersangka.
Selain bertugas melakukan pengambilan BBM jenis solar, tersangka BC juga disebut menyewakan lahan miliknya dengan biaya sewa Rp 1 juta per bulan yang digunakan sebagai gudang penyimpanan dan pemindahan BBM jenis solar tersebut.
Untuk tersangka K dan tersangka J, berperan sebagai sopir dan kernet tangki PT TAR. Keduanya bertugas mengambil dan mengirim BBM jenis solar yang tersimpan di lahan samping rumah tersangka BC.
Menurut Nunung, proses pemindahan BBM jenis solar tersebut adalah dengan cara menyedot dengan menggunakan pompa ke truk tangki yang dikemudikan oleh tersangka K.
Proses pemindahan tersebut dilakukan COM dan saudara CRN yang saat ini masih melarikan diri pada saat penindakan dan masuk dalam proses pencarian.
“Jadi ada dua DPO untuk di TKP Tuban,” ujar Nunung.
Nunung juga mengatakan, saat truk tangki berkapasitas 8.000 liter tersebut sudah terisi penuh, BBM jenis solar dikirim ke pembeli oleh kedua tersangka K dan J. Sementara peran tersangka E melakukan pembelian solar bersubsidi dari SPBU.
Namun, pembelian dilakukan tidak sesuai dengan prosedur, yaitu menggunakan kendaraan bermotor secara berulang-ulang dengan beberapa barcode yang berbeda, kemudian ditampung di lokasi pangkalan milik tersangka.
“Tersangka E juga menjual solar kepada pembeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi,” ujarnya.
Selanjutnya tersangka LA, S, AS, dan HB berperan membeli dan mengangkut solar subsidi dari SPBU tanpa melakukan pembayaran dengan menggunakan kendaraan yang sama secara berulang-ulang dengan menggunakan barcode yang berbeda-beda.
“Artinya bahwa tanpa melakukan pembayaran ini, yang bersangkutan bertransaksi melalui transfer. Nah ini yang akan kita dalami peran dari pihak SPBU,” tegasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat pasal 40 Angka IX Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang perubahan atas ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi jo pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Para tersangka terancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun serta denda paling banyak Rp 60 miliar. (*/red)