Sebut Pertamax Sudah Penuhi Standar, Jampidsus Kejagung Minta Warga Tak Tinggalkan Pertamina
![]() |
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah. |
JAKARTA, SuryaTribun.Com – Sejak kasus dugaan korupsi yang menyeret Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mencuat, masyarakat pun ramai-ramai beralih dari Pertamina ke SPBU swasta.
Terkait hal tersebut, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang dijual Pertamina sudah memenuhi standar dan sesuai spesifikasi.
Demikian disampaikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah kepada wartawan, Rabu, 05 Maret 2025.
“Karena kita juga koordinasi ke Pertamina dan ini sudah dilakukan oleh Pertamina untuk memastikan, menguji produk Pertamina dan produk-produk lain yang menjadi konsumsi masyarakat itu sudah memenuhi standar,” ujar Febrie.
Menurunya, pihaknya sudah meminta Pertamina menguji produknya secara terbuka.Ia pun mendapat laporan bahwa pengujian tersebut sudah dilakukan.
Namun ia tidak memungkiri bahwa praktik blending atau pengoplosan sempat ada pada tahun-tahun yang diperiksa Kejagung.
Diketahui, dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ini terjadi pada tahun 2018-2023.
“Wah, kemarin yang jelas naik penyidikan, itu kan pasti ada. Ya pasti ada, lah, kesalahan. (Kalau enggak ada) enggak mungkin naik penyidikan. Oke sampai 2023, ingat ya sampai 2023,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” kata Kejagung, Selasa, 25 Februari 2025.
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuhnya. (*/red)